Kegiatan itu bukan sekedar panjat pinang seperti acara
tujuhbelas Agustusan, namun merupakan tradisi turun temurun yang dilakukan
masyarakat Desa Pakraman Sema yang lokasinya di tengah-tengah pulau Bali, 10 Km
utara lokasi wisata Ubud.
Sebelum kegiatan panjat pohon pinang, diawali dengan
persembahyangan bersama oleh masyarakat, baru kemudian atraksi dimulai dan
pelaksanaannya setiap Umanis Kuningan dan tidak pernah absen kecuali desa
tersebut mengalami Cuntaka (halangan).
Pohon pinang sebelum dipanjat dibuat halus dan dipoles
dengan oli supaya licin, sehingga sulit mendapatkan berbagai hadiah menarik
yang tergantung di puncak pohon yang tingginya hingga 20 meter dan merupakan
tertinggi selama ini.
Pemanjat pohon pinang adalah pria pilihan dari anak-anak muda
yang sudah biasa memanjat pohon. Para pemanjat dengan muka yang dihias
sedemikian rupa, begitu masuk arena mendapat tepukan tangan hadirin untuk
menambah semangat.
Para pria itu akan bertambah berambisi untuk bisa meraih
hadiah yang tergantung di atas pohon, ditambah lagi dengan diiringi bunyi
gambelan dan sorakan pengunjung yang hadir sebagai upaya membakar semangat para
pemanjatnya.
Wisatawan mancanegara yang hadir, ada datang secara
perorangan maupun berkelompok yang khusus menyaksikan kegiatan sepertinya
disakralkan oleh penduduk setempat, karena segala sesuatunya dilakukan secara
tulus dan diupacarai sebelum dimulai.
Sejumlah tokoh masyarakat menyebutkan bahwa kegiatan ini
belum diketahui kapan dimulainya, karena sejak diingat sudah berlangsung
kegiatan 'Raja Kuning' pada setiap Umanis Kuningan dan konon pernah masyarakat
meniadakannya ternyata muncul marabahaya.
Sejak peristiwa itu ada dan tidak diketahui kapan
terjadinya, masyarakat tidak berani absen menyelenggarakan Raja Kuning pada
hari Umanis Kuningan kecuali ada 'cuntaka' seperti halnya ada warga setempat
yang meninggal dunia.
Masyarakat Banjar Sema terutama anak-anak mudanya senang dan
tulus mengambil inisiatif untuk menyelenggarakan kegiatan tersebut dengan biaya
yang diperoleh dari donasi penduduk dan selalu dipadati masyarakat yang
menyaksikan atraksi itu.
Banyak turis asing yang menginap di kawasan wisata Ubud,
Begawan, Tegalalang dan Kedewatan yang sudah mengetahui informasi itu
sebelumnya, datang khusus menyaksikan Raja Kuning di Banjar Sema, dengan naik
sepeda gayung maupun motor berboncengan.
0 comments:
Post a Comment