Stana Sang Hyang Siwa Pasupati, Tempat ''Paruman'' Barong
Jika umat Hindu pedek tangkil ke Pura Kahyangan Jagat Luhur Natar Sari Apuan, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan pada saat pujawali ageng, ada sesuatu yang unik dapat disaksikan. Pura yang di-empon lima desa adat -- Apuan, Jelantik, Tua, Bunutin dan Pinge -- itu dikenal sebagai kahyangan tempat nunas pasupati tapakan barong. Maka ketika berlangsung pujawali -- yang jatuh pada setiap Saniscara Kliwon Wuku Krulut Tumpek Krulut (setahun sekali) -- puluhan tapakan barong lunga ke pura tersebut. Barong yang menjadi sungsungan umat Hindu di lima kabupaten di Bali itu datang mengikuti prosesi katuran tengah malam, dan sebagian di antaranya masolah. Apalagi yang unik di kahyangan jagat itu?
Pura Natar Sari terletak di perkampungan -- Desa Apuan, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, sekitar 40 km utara Denpasar. Di pura ini terdapat pelawatan Ida Batara sejenis wayang wong yang memakai figur dan topeng wayang seperti Rahwana, Hanoman, Sugriwa, Anila dan dua punakawan Sangut dan Delem. Figur-figur pelawatan itu berjumlah sembilan.
Dalam Purana Pura Luhur Natar Sari yang ditulis K. Sudarsana dan I Wayan Widarsana, S.Sos. disebutkan, tapakan berjumlah sembilan itu disebut Nawa Sangga atau Gunung Sia adalah perwujudan atau manifestasi Tuhan dalam bentuk Dewata Nawa Sangga yang disimbolkan dengan tokoh pewayangan.
Anoman, warnanya putih merupakan perlambang Dewa Iswara bersenjata bajra.
Anggada, warnanya dadu merupakan perwujudan Sang Hyang Maheswara.
Singajnana warnanya merah lambang Dewa Brahma.
Sugriwa warnanya jingga perlambang Dewa Rudra,
Sangut atau Ratu Ngurah Ketut warnanya kuning perlambang Dewa Mahadewa.
Anila warnanya hijau perlambang Dewa Sangkara.
Delem atau Ratu Ngurah Made warnanya kehitam-hitaman perwujudan Dewa Wisnu.
Sempati warnanya abu-abu perlambang Dewa Sambu dan
Rahwana atau Ratu Ngurah Sakti Ngawa Rat dengan warna mancawarna perwujudan Dewa Siwa.
Pewayangan Ida Batara tersebut merupakan manifestasi Sang Hyang Siwa Pasupati -- Tuhan Yang Mahakuasa.
Di pura yang satu areal dengan Pura Puseh Desa Adat Apuan dan Jelantik ini terdapat sejumlah pelinggih. Pelinggih yang digunakan untuk memuja kebesaran Ida Sang Hyang Widi Wasa adalah Padmasana (Padma Lingga). Padmasana tinggi besar itu berdiri menghadap ke selatan, berdampingan dengan Padma Tiga dan Gedong Simpen. Di atas Padmasana ditempatkan sebuah batu hitam berisi tapak tangan (kara tala). Di utamaning mandala pura juga terdapat pelinggih Padma Tiga, pesimpangan Pura Dalem Peed, pesimpangan Pura Batu Bolong, Pesimpangan Pura Pucak Padang Dawa, Pura Ulun Danu, Pesimpangan Pura Jati dan sebagainya. Pelingih lainnya berupa Papelik, Gedong Simpen, Bale Pawedan, Bale Pemayasan, Meru Tumpang Tiga, Panglurah, dan sejumlah Bale Paruman.
Pura Luhur Natar Sari memiliki keterkaitan dengan Pura Pucak Padang Dawa (juga di wilayah Kecamatan Baturiti). Pura Pucak Padang Dawa merupakan payogan Ida Batara yang distanakan di Pura Luhur Natar Sari. Atau, Pura Natar Sari merupakan penataran dari Pura Pucak Padang Dawa. Hal itu dikuatkan oleh uger-uger atau bukti-bukti di antaranya, jika tapakan Ida Batara Pura Natar Sari akan melancaran/ lunga/ ngunya ke jaba kuta, pertama-tama mesti makolem -- napak pertiwi/ mayasa di payogan Ida Batara di Pura Luhur Pucak Padang Dawa. Bukti lainnya, pemangku Pura Penataran Agung Pucak Padang Dawa dan pemangku Pura Dalem Purwa Pucak Padang Dawa berasal dari Apuan. Apit lawang pada kebanyakan pura di Bali berupa pelinggih, namun di Pura Pucak Padang Dawa berupa manusia hidup yang berasal dari Desa Apuan -- yang pratisentana-nya masih ada sampai sekarang.
Bukti lainnya, pada saat pujawali ageng di Pura Luhur Natar Sari, wajib ngunggahang upakara (banten) di Pura Penataran Agung Pucak Padang Dawa. Selain memiliki keterkaitan dengan Pura Pucak Padang Dawa, Pura Luhur Natar Sari juga terkait dengan Pura-pura lain. Misalnya:
Pura Pucak Peninjauan di Banjar Tampakkarang Apuan,
Pura Bakungan di Banjar Uma Poh,Desa Bangli-Baturiti,
Pura Pucak Sari Nadi-Baturiti,
Pura Batu Lumbang di Desa Sandan-Baturiti,
Pura Bukit Sari Baturiti,
Pura Gunung Lebah di Banjar Tegeh-Angseri,
Pura Paruman di Belayu-Marga,
Pura Puser Tasik-Marga,
Pura Batu Bolong Canggu-Badung,
Pura Pucak Sangkur di Candi Kuning, dan
Pura Dalem Peed-Klungkung.
Pura Natar Sari terkait pula dengan
Pura Pucak Anyar--
Pesimpangan Pura Pucak Pengungangan-Baturiti,
Pura Taman Sari di Banjar Apit Yeh-Baturiti,
Pura Jemeng di Banjar Pinge-Marga,
Pura Purusadha (Pura Sada) Kapal-Badung,
Pura Bukit Gede Poyan Luwus-Baturiti,
Pura Panti Apuan,
Pura Bencuing-Kukub-Perean,
Pura Pucak Tinggan-Angseri Tabanan,
Pura Penataran di Banjar Sandan-Baturiti,
Pura Taman Ayun-Mengwi Badung,
Pura Tri Kahyangan Desa Adat Apuan-Jelantik Baturiti Tabanan,
Pura Bukit Sari Apuan Tabanan,
Pura Puseh Desa Adat Tua-Marga Tabanan,
Pura Pucak Rinjani-Baturiti Tabanan,
Pura Jati, Batur, Kintamani-Bangli,
Pura Campuan Ubud-Gianyar,
Pura Kekeran Manik Gunung,
Pura Katik Lantang Ubud Gianyar, dan
Pura Puseh Gelagah-Marga Tabanan.
Tahun 2004 di Pura ini sempat digelar Karya Agung Mamungkah lan Ngenteg Linggih mengambil tingkatan utamaning utama. Pujawali di Kahyangan Jagat yang bertepatan dengan rerahinan Tumpek Krulut ini, selalu ngerawuhin barong dalam jumlah yang banyak. Demikian pula pada pujawali Sabtu (8 maret 2008) lalu, 27 tapakan barong yang menjadi sungsungan ribuan umat Hindu di lima kabupaten -- Tabanan, Gianyar, Badung, Bangli dan Jembrana -- hadir mengikuti prosesi upacara yang dalam bahasa umat setempat disebut katuran.
Dalam prosesi katuran, seluruh Tapakan Ratu Gede napak pertiwi. Sesuhunan di Pura Luhur Natar Sari -- Ida Batara Nawa Sanga dan semua Tapakan Ratu Gede -- diturunkan dari Bale Paruman, Bale Tiang Sanga dan Bale Pemayasan guna napak pertiwi. Para penyungsung mundut Ida Batara selama upacara katuran yang berlangsung sekitar dua jam. Para pamedek saling bergantian mundut Ida Batara, menambah eratnya rasa persaudaraan (penyamabrayan). Para pemangku dari berbagai desa pakraman bahu-membahu ngaturang ayah. Mereka mengantarkan umat ngaturang bakti ke hadapan Hyang Widi, guna memohon kerahayuan jagat.
Setelah katuran selesai Ida Tapakan Ratu Gede kembali distanakan di Bale Paruman. Beberapa di antaranya lalu dipentaskan (masolah). Para pamedek sama-sama menyaksikan pergelaran tari wali tersebut.
Prosesi ritual seperti itu sesungguhnya berdimensi religius sekaligus sosial-budaya. Artinya, masyarakat Hindu dari berbagai daerah selain terlibat dalam proses ritual dalam rangka memohon kerahayuan jagat, juga menyatu dalam kebersamaan, mempererat tali kekerabatan, berinteraksi membangun kesadaran beragama dan melestarikan budaya.
Om Swastiastu;
ReplyDeleteInformasi becik, ngiring nge Blog, supaya semakin banyak yang mengerti dan Paham dengan HINDU, paham dengan Ajaran-ajaran sucinya, demi kesejahteraan dunia ini
Salam Rahayu
Rare Angon Nak Bali Belog
suksma....
ReplyDelete